Setiap tanggal 29 Juni bangsa ini memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas). Peringatan Harganas pada tahun ini adalah peringatan yang ke-26. Puncak peringatan Harganas tingkat nasional akan digelar pada 6 Juli 2019 di Kota Banjar Baru Provinsi Kalimantan Selatan.
Tema yang diangkat pada Harganas yang ke-26 ini adalah Hari Keluarga: Hari Kita Semua dengan tagline Cinta Keluarga Cinta Terencana. Tema dan tagline Harganas yang ke-26 ini dirasa sangat cocok untuk mengingatkan kembali akan pentingnya pembangunan keluarga. Pembangunan keluarga merupakan sesuatu yang mendesak dan tak boleh terpinggirkan sebab keluarga merupakan fondasi awal dalam membangun karakter bangsa. Kegagalan dalam pembangunan keluarga juga menjadi ancaman terhadap pembangunan manusia secara keseluruhan.
Tujuan dari peringatan Harganas yang ke-26 ini adalah meningkatkan peran serta pemerintah, mitra kerja, swasta, masyarakat dan keluarga tentang pentingnya penerapan 8 (delapan) fungsi keluarga secara optimal dalam rangka pembentukan karakter sejak dini, untuk mewujudkan pelembagaan keluarga kecil bahagia.
Adapun tujuan khususnya adalah meningkatkan peran serta seluruh
Kementrian/Lembaga, stakeholder dan mitra kerja serta masyarakat dalam
peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga; meningkatkan kesadaran
keluarga dalam penerapan 8 (delapan) fungsi keluarga; meningkatkan
peran keluarga dan masyarakat dalam pembentukan karakter sejak dini
serta terlaksananya 4 (empat) pendekatan ketahanan keluarga.
Delapan
fungsi keluarga tersebut adalah fungsi agama, fungsi sosial budaya,
fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi
pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi kelestarian lingkungan. Sementara
4 (empat) pendekatan ketahanan keluarga adalah keluarga berkumpul,
keluarga berinteraksi, keluarga berdaya dan keluarga peduli dan berbagi.
Dengan berjalannya kembali delapan fungsi keluarga dalam kehidupan
keluarga Indonesia yang mencapai 65 juta lebih keluarga, serta
terlaksananya 4 (empat) pendekatan ketahanan keluarga tersebut,
diharapkan akan tercipta keluarga Indonesia yang kokoh dalam menghadapi
era revolusi 4.0 sehingga terwujud keluarga kecil bahagia dan sejahtera
serta berkualitas menuju Indonesia berkemajuan.
Generasi Muda
Pembangunan
keluarga tak bisa melupakan generasi muda. Pada 2015, negeri ini
memiliki 65 juta remaja dan penduduk dewasa muda berusia 15-29 tahun.
Jumlah ini merupakan jumlah yang besar dan merupakan modal dalam
menyongsong bonus demografi, di mana puncak bonus demografii di
Indonesia diperkirakan akan terjadi pada 2028-2031.
Namun
demikian pembangunan keluarga terutama pada generasi muda ini sangat
terbatas. Remaja dan anak muda yang seharusnya bisa tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan yang aman dan nyaman serta mampu
mempersiapkan diri menyongsong masa depannya justru tak sedikit yang
mengalami persoalan dan menghambat bangsa Indonesia dalam upaya
memanfaatkan bonus demografi secara optimal.
Tingginya anggaran
negara di sektor pendidikan yang diamanatkan dalam undang-undang sebesar
20 persen belum mampu menjawab pendidik untuk semua anak bangsa. Masih
ada remaja dan anak muda yang mengalami putus sekolah.
Masih
terbatasnya pengetahuan remaja dan anak muda di Indonesia mengenai
kesehatan reproduksi dan seksualitas mengakibatankan masih terjadinya
pernikahan anak di Indonesia. Survei Sosial dan Ekonomi Nasional
(Susenas, 2016) mencatat bahwa 1 dari 9 anak perempuan di Indonesia
menikah di bawah usia 18 tahun. Dari angka tersebut hanya 1 dari 10 anak
perempuan yang melanjutkan sekolah lagi, ini berarti sisanya mengalami
putus sekolah. Sementara hanya 1 dari 4 perempuan tersebut kemudian
mengakses KB. Berarti masih ada 3 dari 4 anak perempuan tersebut yang
berpotensi untuk hamil dan melahirkan anak ketika usianya masih
anak-anak.
Dampak dari terjadinya pernikahan anak ini selain
berisiko pada kesehatan reproduksi perempuan karena alat-alat
reproduksinya belum matang dan siap digunakan, juga berisiko
meningkatkan angka kematian ibu dan juga angka kematian anak. Selain hal
itu menurut hasil studi di 55 negara berpendapatan menengah dan rendah
menunjukkan adanya hubungan antara usia ibu saat melahirkan dengan angka
kejadian stunting. Makin muda ibu saat melahirkan, makin besar
kemungkinan untuk melahirkan anak yang stunting (Finlay, Ozaltin and
Canning, 2011). Kejadian stunting juga merupakan beban keluarga serta
negara di kemudian hari.
Dari sisi sosial terungkap data bahwa
lebih dari 60 persen perkawinan anak di Indonesia berakhir dengan
perceraian setelah 1 tahun kawin (Susenas 2016). Perceraian ini terjadi
tentu lebih disebabkan oleh ketidaksiapan anak atau remaja dalam
membangun bahtera rumah tangga, kurangnya komunikasi antara suami dan
isteri karena usia menikah masih terlalu muda (dini) serta rendahnya
kemampuan untuk saling percaya dan menjaga komitmen hidup berkeluarga.
Perceraian juga bisa diakibatkan oleh lemahnya pola asuh keluarga
sebagai akibat dari melemahnya fungsi-fungsi keluarga asal sebelum
melakukan pernikahan.
Tingginya kejadian pernikahan di usia anak
atau remaja juga diperkuat oleh hasil Survei Akuntabilitas Kinerja
Pemerintah (SKAP) 2018 yang dilaksanakan oleh Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menemukan bahwa angka bahwa Age
Spesifik Fertility Rate (ASFR) usia 15-19 tahun sebesar 30 anak per
1000 perempuan usia 15-19 tahun. Ini bisa dimaknai bahwa anak indonesia
telah melahirkan anak. Seorang anak yang belum dewasa telah mempunyai
anak. Tentunya ini akan menjadi beban keluarga pasangan anak tersebut
sebab kebanyakan dari mereka belum mandiri baik secara sosial maupun
ekonomi.
Survei Demografi Kesehatan Indonesia Remaja 2017
menyebutkan bahwa sebanyak 11 persen wanita dan 7 persen Pria yang
pasangannya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Jika
dirinya/pasangannya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, sebanyak
52 persen pria dan 15 persen wanita belum kawin usia 15-24 tahun memilih
untuk menggugurkan kandungan, meskipun 29 persen pria dan 39 persen
wanita diumur yang sama masih memilih untuk melanjutkan kehamilannya.
Kehamilan
yang tidak diinginkan ini berisiko terjadinya komplikasi kehamilan yang
bisa membayakan nyawa ibu dan anaknya. Kehamilan yang tidak diinginkan
juga berpotensi untuk terjadinya upaya pengguguran kandungan melalui
aborsi tak aman yang juga membayakan nyawa ibu.
Menyadarkan Kembali
Persoalan
seperti pernikahan dini atau pernikahan anak, kehamilan yang tidak
diinginkan, aborsi tak aman pada remaja, kelahiran di usia remaja,
kriminalitas remaja, seks bebas remaja, aborsi tak aman dan juga
perceraian seperti kasus-kasus tersebut mampu dicegah atau dikurangi
jika kita fokus pada pembanguan keluarga.
Pembangunan karakter
bangsa bisa dimulai dari pembangunan keluarga dengan memperkuat dan
menghidupkan kembali fungsi-fungsi keluarga yang selama ini terkesan
mengalami penurunan karena berbagai faktor. Selain karena faktor negatif
dari globalisasi juga disebabkan oleh semakin melemahnya peran negara
dalam memberikan dukungan terhadap pembangunan keluarga.
Semenjak
era otonomi diberlakukan, pembangunan keluarga seolah dianaktirikan.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah lebih fokus pada pembangunan
infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Adapun pembangunan keluarga
jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan sektor-sektor tersebut.
Ini dibuktikan dengan lembaga yang mengurusi pembangunan keluarga
seperti Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di daerah
sering di-merger dengan dinas lain bahkan ada yang menjadi bagian dari
sub bidang tertentu saja.
Untuk itu momentum Hari Keluarga
Nasional (Harganas) yang ke-26 tahun 2019 ini bisa kita jadikan tonggak
untuk menyadarkan kembali betapa pentingnya keluarga sebagai pondasi
awal pembangunan sebuah bangsa. Keluarga kuat, maka negara juga kuat.
Dalam momentum hari keluarga ini juga bisa kita gunakan untuk
mengembalikan delapan fungsi keluarga berjalan dan hidup di dalam
keluarga-keluarga Indonesia.
Dengan penguatan pembangunan
keluarga dan revitalisasi delapan fungsi keluarga yang didukung oleh
kebijakan pemerintah baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
mengarusutamakan pembangunan keluarga, kita berharap persoalan-persoalan
keluarga dan remaja bisa diatasi. Keluarga kuat, bangsa hebat. Selamat
Hari Keluarga ke-26. Kalau terencana, semua jadi mudah.
Input your search keywords and press Enter.